TATA CARA
PEMUNGUTAN PAJAK
1)
Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel:
a.
Stelsel nyata (riel
stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang
nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,
yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai
kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang
dikenakan lebih realistis, Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat
dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
b.
Stelsel anggapan
Victiew stelsel
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang
diatur oleh undang-undang, Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama
dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal lahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya
pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah
pajak dapat dibayar selama tahun bejalan, tanpa harus menunggu pada akhir
tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada
keadaan yang sesungguhnya.
c.
Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan
stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaaan
yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menunut kenyataan lebih besar daripada
pajak menutut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah jika lebih kecil dapat
diminta kembali.
2)
Asas Pemungutan
Pajak
a.
Asas domisili (asas
tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan
Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal
dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib Pajak dalam
negeri.
b.
Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
c.
Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu
negara.
3)
Sistem Pemungutan
Pajak
a.
Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang menberi wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang tentang oleh
Wajib Pajak
Ciri-cirinya:
1)
Wewenang untuk
menentukan besarnya pajak tentang ada pada fiskus.
2)
Wajib Pajak bersifat
pasif.
3)
Utang pajak timbul
setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b.
Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang.
Ciri-cirinya:
1)
Wewenang untuk
menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,
2)
Wajib Pajak aktif,
mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3)
Fiskus tidak ikut
campur dan hanya mengawasi.
c.
With Holding
System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang
terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
TIMBUL DAN
HAPUSNYA UTANG PAJAK
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
1.
Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan
pajak oleh fiskus. Ajaran ini ditetapkan pada official assessment system.
2.
Ajaran Materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang.
Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini
diterapkan pada self assessment system.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal :
1.
Pembayaran,
2.
Kompensasi,
3.
Daluwarsa,
4.
Pembebasan dan
penghapusan.
HAMBATAN
PEMUNGUTAN PAJAK
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan
menjadi :
1.
Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat
disebabkan antara lain:
a)
Perkembangan
intelektual dan moral masyarakat.
b)
Sistem perpajakan
yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
c)
Sistem kontrol tidak
dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2.
Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang
secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Bentuknya antara lain:
a)
Tax avoidance,
usaha meringankan behan pajak dengan tidak melanggar undang-undang,
b)
Tax evasion, usaha
meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan
pajak).
TARIF PAJAK
Ada 4 macam tarif pajak :
1.
Tarif
sebanding/proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun
jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terulang proporsional
terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh:
Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean
akan dikenakan Pajak Pertambaluan Nilai sebesar 10%.
2.
Tarif tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun
jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yaug terutang tetap.
Contoh:
Besarnya tarif Dea Meterai untuk cek dan bilyet giro
dengan nilai nominal berapapun adalah Rp3.000,00.
3.
Tarif progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah
yang dikenai pajak semakin besar.
Contoh : pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan untuk
wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
|
5%
|
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 250.000.000,00
|
15%
|
Di atas Rp 250.000.000,00 s.d. Rp 500.000.000,00
|
25%
|
Di atas Rp 500.000.000,00
|
30%
|
Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif
dibagi:
a.
Tarif progresif
progresif : kenaikan persentase semakin
besar
b.
Tarif progresif
tetap : kenaikan persentase tetap
c.
Tarif progresif
degresif : kenaikan persentase semakin
kecil.
4.
Tarif degressif
Persentase
tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin
besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar