Kamis, 27 Oktober 2016

TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK

TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK
1)        Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel:
a.       Stelsel nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis, Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
b.      Stelsel anggapan Victiew stelsel
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang, Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal lahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun bejalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
c.       Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menunut kenyataan lebih besar daripada pajak menutut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah jika lebih kecil dapat diminta kembali.
2)        Asas Pemungutan Pajak
a.       Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib Pajak dalam negeri.
b.      Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

c.       Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
3)        Sistem Pemungutan Pajak
a.      Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang menberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang tentang oleh Wajib Pajak
Ciri-cirinya:
1)      Wewenang untuk menentukan besarnya pajak tentang ada pada fiskus.
2)      Wajib Pajak bersifat pasif.
3)      Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b.      Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya:
1)      Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,
2)      Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3)      Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c.        With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.





TIMBUL DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
1.      Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini ditetapkan pada official assessment system.
2.      Ajaran Materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal :
1.      Pembayaran,
2.      Kompensasi,
3.      Daluwarsa,
4.      Pembebasan dan penghapusan.

HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi :
1.      Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain:
a)      Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b)      Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
c)      Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2.       Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Bentuknya antara lain:
a)      Tax avoidance, usaha meringankan behan pajak dengan tidak melanggar undang-undang,
b)      Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).
TARIF PAJAK
Ada 4 macam tarif pajak :
1.      Tarif sebanding/proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terulang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh:
Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak Pertambaluan Nilai sebesar 10%.
2.      Tarif tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yaug terutang tetap.
Contoh:
Besarnya tarif Dea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp3.000,00.
3.      Tarif progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
Contoh : pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan untuk wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
5%
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 250.000.000,00
15%
Di atas Rp 250.000.000,00 s.d. Rp 500.000.000,00
25%
Di atas Rp 500.000.000,00
30%

Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dibagi:
a.       Tarif progresif progresif    : kenaikan persentase semakin besar
b.      Tarif progresif tetap          : kenaikan persentase tetap
c.       Tarif progresif degresif     : kenaikan persentase semakin kecil.

4.      Tarif degressif

Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar