BAGIAN
1 DASAR- DASAR PERPAJAKAN
DEFINISI
DAN UNSUR PAJAK
Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), terlihat jelas bahwa salah satu sumber penerimaan Negara adalah
pajak. Remsky K. Judisseno mengemukakan bahwa pajak adalah suatu kewajiban
kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga Negara dan anggota masyarakat
lainnya untuk membiayai berbagai keperluan Negara berupa pembangunan nasional
yang pelaksanaannya diatur dalam Undang- Undang dan peraturan – peraturan untuk
tujuan kesejahteraan dan Negara.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, pajak
adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang- undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale ( kontraprestasi) yang langsung
dapat ditujukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan
unsure- unsure pajak yaitu :
1.
Iuran
dari rakyat kepada Negara
2.
Berdasarkan
undang- undang
3.
Tanpa
jasa timbale (kontraprestasi)
4.
Digunakan
untuk membiayai rumah tangga Negara
FUNGSI
PAJAK
Ada beberapa fungsi pajak, yaitu ;
1. Fungsi
budgetair
Pajak sebagai sumber dana yang digunakan
pemerintah untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran Negara. Fungsi budgetair
disebut sebagai fungsi utama pajak yaitu dimana pajak digunakan sebagai alat
untuk memasukkan dana secara optimal ke kas Negara berdasarkan undang- undang
perpajakan yang berlaku.
2. Fungsi
mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi. Fungsi
ini mempunyai pengertian bahwa pajak dapat digunakan sebagai instrument untuk
mencapai tujuan tertentu.
3. Fungsi
Stabilitas
Pajak sebagai sarana untuk stabilisasi
ekonomi. Sebagian barang- barang impor dikenakan pajak agar produksi dalam
negeri dapat bersaing.
4. Fungsi
Redistribusi Pendapatan
Pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai
pembangunan infrastruktur, seperti jalan raya dan jembatan. Kebutuhan akan dana
itu dapat dipenuhi melalui pajak yang hanya dibebankan kepada mereka yang mampu
membayar pajak. Namun, dalam faktanya infrastruktur tersebut juga dimanfaatkan
oleh mereka yang tidak mampu membayar pajak.
SYARAT
PEMUNGUTAN PAJAK
1.
Pemungutan
pajak harus adil (Syarat Keadilan)
2.
Pemungutan
pajak harus berdasarkan Undang- undang (syarat yuridis)
3.
Tidak
mengganggu perekonomian ( syarat ekonomis)
4.
Pemungutan
pajak harus efisien 9 Syarat Finansiil)
5.
Sistem
pemungutan pajak yang sederhana
TEORI-
TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK
1. Teori
Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta
benda, dan hak- hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak
sebagai premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2. Teori
Kepentingan
Pembagian besarnya pajak kepada rakyat
didsarkan pada kepentingan. Artinya bahwa semakin besar kepentingan seseorang
terhadap Negara, maka makin tinggi pajak yang harus dibayarkan kepada Negara.
3. Teori
daya pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama
beratnya, artinya bahwa pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-
masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat menggunakan dua pendekatan yaitu
:
a.
Unsur
objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki
seseorang.
b.
Unsure
subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus
dipenuhi.
4. Teori
bakti
Sebagai warga Negara yang berbakti, rakyat
harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5. Teori
Asas daya Beli
Memungut pajak berarti menarik daya beli dari
rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga Negara. Selanjutnya Negara akan
menyalurkan kembali ke masyarakt dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan.
KEDUDUKAN
HUKUM PAJAK
Menurut Prof. dr. Rochmat Soemitro, SH.,
Hukum Pajak mempunyai kedudukan di antara hukum- hukum sebagai berikut :
1. Hukum
Perdata
Hukum yang mengatur hubungan antara satu
individu dengan individu lainnya.
2. Hukum
Publik
Hukum yang mengatur hubungan antara
pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini dapat dibagi menjadi :
a.
Hukum
Tata Negara
b.
Hukum
Tata Usaha (Hukum Administratif)
c.
Hukum
Pajak
d.
Hukum
Pidana
HUKUM
PAJAK MATERIIL DAN HUKUM PAJAK FORMIL
Hukum pajak mengatur hubungan antara
pemerintah selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak. Ada dua
macam hukum pajak yaitu :
1. Hukum
Pajak Materiil
Hukum pajak yang memuat norma- norma yang
menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak
(objel pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek pajak), berapa besar pajak
yang dikenakan ( tariff), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang
pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak.
Contohnya : Undang- undang pajak penghasilan.
2. Hukum
Pajak Formil
Hukum pajak yang memuat bentuk / tata cara
untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan ( cara melaksanakan hukum
pajak materiil).
Contohnya : Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
PENGELOMPOKAN
PAJAK
1. Menurut
golongannya
a.
Pajak Langsung (Direct Tax)
Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan secara berkala
terhadap seseorang atau badan usaha berdasarkan ketetapan pajak. Pajak langsung
dipikul sendiri oleh wajib pajak. Contoh pajak langsung adalah pajak
penghasilan dan pajak bumi dan bangunan
b.
Pajak Tidak Langsung (Indirect Tax)
Pajak Tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh pajak tidak
langsung adalah pajak pertambahan nilai, pajak penjualan, dan cukai. Pada pajak
pertambahan nilai, pajak penjualan dan cukai, yang memungut adalah perusahaan
dan yang menanggung adalah konsumen.
2. Menurut sifatnya
a.
Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal pada
subjeknya (wajib pajak), dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib Pajak.
Contohnya pajak penghasilan dan pajak bumi dan bangunan
b.
Pajak Objektif
Pajak
objektif adalah pajak yang dipungut berdasarkan objeknya, tanpa memperhatikan
wajib pajak. Contoh pajak penjualan dan cukai. Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Menurut Lembaga Pemungutnya
a.
Pajak Pusat
Pajak pusat adalah pajak yang pemungutannya dilaksanakan
oleh pemerintah pusat. Pajak yang termasuk pajak pusat adalah pajak
penghasilan, pajak tambahan nilai barang dan jasa dari pajak penjualan atas
barang mewah, bea materai.
b.
Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah, baik oleh daerah tingkat I maupun oleh pemerintah daerah tingkat II.
Pajak daerah digunakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai rumah tangganya.
Contoh pajak daerah antara lain pajak pemotongan hewan, pajak radio, pajak
reklame, pajak kendaraan, pajak bermotor, dan pajak hiburan.
TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK
1)
Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan
berdasarkan 3 stelsel, yaitu :
a. Stelsel nyata (riil stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek
(penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada
akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.
Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan
stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis, Sedangkan kelemahannya
adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil
diketahui).
b. Stelsel anggapan
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu
anggapan yang diatur oleh undang-undang, Misalnya, penghasilan suatu tahun
dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal lahun pajak sudah
dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.
Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun bejalan, tanpa
harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang
dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara
stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung
berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak
disesuaikan dengan keadaaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menunut
kenyataan lebih besar daripada pajak menutut anggapan, maka Wajib Pajak harus
menambah jika lebih kecil dapat diminta kembali.
2)
Asas Pemungutan Pajak
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik
penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku
untuk wajib Pajak dalam negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas
penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal
Wajib Pajak.
c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan
kebangsaan suatu negara.
3)
Sistem Pemungutan Pajak
a.
Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang
menberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
yang tentang oleh Wajib Pajak
Ciri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya
pajak tentang ada pada fiskus.
2) Wajib Pajak bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan
surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b.
Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya
pajak yang terutang.
Ciri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya
pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari
menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya
mengawasi.
c.
With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak
yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya: wewenang menentukan
besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan
Wajib Pajak.
TIMBUL DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya
utang pajak :
1. Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena
dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini ditetapkan pada official assessment system.
2. Ajaran Materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya
undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan.
Ajaran ini diterapkan pada self
assessment system.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan
beberapa hal :
1. Pembayaran,
2. Kompensasi,
3. Daluwarsa,
4. Pembebasan dan penghapusan.
HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK
Hambatan terhadap pemungutan pajak
dapat dikelompokkan menjadi :
1. Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar
pajak, yang dapat disebabkan antara lain:
a) Perkembangan intelektual dan moral
masyarakat.
b) Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit
dipahami masyarakat.
c) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan
atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha
dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk
menghindari pajak.
Bentuknya antara lain:
a) Tax avoidance,
usaha meringankan behan pajak dengan tidak melanggar undang-undang,
b) Tax evasion,
usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan
pajak).
TARIF PAJAK
Ada 4 macam tarif pajak :
1. Tarif sebanding/proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap,
terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang
terulang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh:
Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di
dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak Pertambaluan Nilai sebesar 10%.
2. Tarif tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama)
terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yaug
terutang tetap.
Contoh:
Besarnya tarif Dea Meterai untuk cek dan
bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp3.000,00.
3. Tarif progresif
Persentase tarif yang digunakan
semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
Contoh : pasal 17 Undang-undang Pajak
Penghasilan untuk wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
|
5%
|
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp
250.000.000,00
|
15%
|
Di atas Rp 250.000.000,00 s.d. Rp
500.000.000,00
|
25%
|
Di atas Rp 500.000.000,00
|
30%
|
Menurut kenaikan persentase tarifnya,
tarif progresif dibagi:
a. Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin besar
b. Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap
c. Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil.
4.
Tarif degressif
Persentase tarif yang digunakan
semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
Bagian 2. Pajak Negara dan Pajak Daerah
Pengenaan pajak di
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu, pajak Negara dan Pajak
Daerah.
Pajak Negara
Pajak negara yang sampai
saat ini masih berlaku adalah:
1.
Pajak Penghasilan (PPh)
2.
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pertambahan Nilai atas
Barang Mewah (PPn dan PPn BM)
3.
Bea Materai
4.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
5.
Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPTH)
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Dasar hukum pemungutan pajak daerah
dan retribusi daerah adalah Undang-undang No.28 tahun 2009 tentang pajak
daerah dan retribusi daerah. Beberapa
pengertian atau istilah yang terkait dengan pajak daerah antara lain :
1) Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas – batas wilayah yang berwenang megatur
dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2) Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi
wajib kepada daerah yang tertuang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang – undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
3) Badan, adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha
yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
BUMN, BUMD, dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, yayasan dsb.
4) Subjek Pajak, adalah orang prbadi atau badan yang dapat dikenakan
pajak.
5) Wajib Pajak, adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan
daerah.
Jenis Pajak dan Objek Pajak
Pajak
daerah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1) Pajak Provinsi, terdiri dari :
a.
Pajak Kendaraan
Bermotor
b.
Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor
c.
Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor
d.
Pajak Air Permukaan
dan
e.
Pajak Rokok.
2) Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari :
a.
Pajak Hotel
b.
Pajak Restoran
c.
Pajak Hiburan
d.
Pajak Reklame
e.
Pajak Penerangan
Jalan
f.
Pajak Mineral Bukan
Logam Dan Batuan
g.
Pajak Parkir
h.
Pajak Air Tanah
i.
Pajak Sarang Burung
Walet
j.
Pajak Bumi Dan
Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan
k.
Bea Perolehan Hak
Atas Tanah Dan Bangunan
Khusus
untuk daerah yang setingkat dengan daerah Provinsi, tetapi tidak terbagi dalam
daerah Kabupaten/Kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis
pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk daerah Provinsi
dan pajak untuk daerah Kabupaten/Kota.
Tarif Pajak
Tata Cara Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak
dilarang diborongkan. Setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang
berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh wajib berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak yang mmenuhi kewajiban
perpajakan berdasarkan penetapan Kepala daerah dibayar dengan menggunakan Surat
Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis
dan nota perhitungan. Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri
dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) dan/ atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
Kedaluwarsa Penagihan Pajak
Hak untuk melakukan
penagihan pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun
terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melkukan
tindak pidana dibidang perpajakan daerah.
Retribusi Daerah
Beberapa pengertian
istilah terkait dengan retribusi daerah antara lain:
1.
Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut retribusi,
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh pemerintah daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
2.
Jasa adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan
pelayanan yang menyenababkan barang, fasilitas atau kemanfaatan lainnya yang
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
3.
Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
4.
Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah
daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat
juga disediakan oleh sektor swasta.
5.
Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah
daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas
kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, baran
prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan.
Objek Retribusi Daerah
Yang menjadi objek retribusi
daerah adalah:
1.
Jasa Umum
2.
Jasa Usaha
3.
Perizinan Tertentu
Retribusi jasa Umum
Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang
disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Jenis
Retribusi Jasa Umum adalah:
1. Retribusi Pelayanan Kesehatan;
2.
Retribusi Pelayanan
Persampahan/Kebersihan;
3.
Retribusi Penggantian
Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil;
4.
Retribusi Pelayanan
Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
5.
Retribusi Pelayanan
Parkir di Tepi Jalan Umum;
6.
Retribusi Pelayanan
Pasar;
7.
Retribusi Pengujian
Kendaraan Bermotor;
8.
Retribusi Pemeriksaan
Alat Pemadam Kebakaran;
9.
Retribusi Penggantian
Biaya Cetak Peta;
10. Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
11. Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
12. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;
13. Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan
14. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
Jenis Retribusi di atas dapat tidak dipungut apabila
potensi penerimaannya kecil dan/atau atas kebijakan nasional/daerah untuk
memberikan pelayanan tersebut secara cuma-cuma.
Retribusi
Jasa Usaha
Objek Retribusi Jasa
Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut
prinsip komersial yang meliputi:
- pelayanan dengan
menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara
optimal; dan/atau
- pelayanan oleh Pemerintah
Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.
Jenis Retribusi Jasa
Usaha adalah:
- Retribusi Pemakaian Kekayaan
Daerah;
- Retribusi Pasar Grosir dan/atau
Pertokoan;
- Retribusi Tempat Pelelangan;
- Retribusi Terminal;
- Retribusi Tempat Khusus Parkir;
- Retribusi Tempat
Penginapan/Pesanggrahan/Villa;
- Retribusi Rumah Potong Hewan;
- Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan;
- Retribusi Tempat Rekreasi dan
Olahraga;
- Retribusi Penyeberangan di Air;
dan
- Retribusi Penjualan Produksi
Usaha Daerah.
Retribusi Perizinan
Tertentu
Objek Retribusi
Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah
kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,
barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah:
- Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan;
- Retribusi Izin Tempat Penjualan
Minuman Beralkohol;
- Retribusi Izin Gangguan;
- Retribusi Izin Trayek; dan
- Retribusi Izin Usaha
Perikanan.
Subyek Retribusi Daerah
Subyek retribusi
daerah terbagi atas :
1.
Subyek retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau
badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan.
2.
Subyek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau
badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan
3.
Subyek retribusi perizinan adalah orang pribadi atau
badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah.
Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi
Prinsip dan sasaran
penetapan tariff retribusi daerah adalah sebagai berikut:
1. Tarif retribusi
jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah dengan mempertimbangkan biaya
penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan.
2. Tarif retribusi
jasa usaha ditetapkan berdasarkan pada tujuan utamauntuk memperoleh keuntungan
yang layak, yaitu keuntungan yangdapat dianggap memadai jika jasa yang
bersangkutan diselenggarakan oleh swasta.
3. Tarif retribusi
perizinan tertentu ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian
atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya
penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan meliputi penerbitan dokumen
izin, pengawasan dilapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak
negatif dari pemberian izin tersebut.
Tata Cara Pemungutan Retribusi
Retribusi dipungut
dengan menggunakan Surat Ketetpan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lainnya
yang dipersamakan berupa karcis, kupon dan kartu langganan. Dalam hal wajib
retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar,
dikenakan sanksi administrative berupa bunga sebesar 2% setiap bulan dari
retribusi yang terhutang yang tidak ataukurang bayar dan ditagih dengan
menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD). Pengihhan retribusi
didahulukan dengan surat teguran . tata cara pelaksanaan penguntan retribusi
ditetapkan dengan Perda.
Pemanfaatan Retribusi
Pemanfaatan dari
penerimaan dari masing-masing jenis retribusi diutamakan untuk mendanai
kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang
bersangkutan. Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan retribusi
ditetapkan dengan Perda.
Kedaluwarsa Penagihan Retribusi
Hak untuk melkukan
penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui 3 (tiga) tahun
terhitung sejak terhutangnya retribusi, kecuali jika wajib retribusi melakukan
tindak pidana di bidang retribusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar